MAKASSAR
– Tawuran dan unjuk rasa anarkistis yang kerap dipertontonkan mahasiswa
di Kota Makassar mengundang keprihatinan mendalam Mantan Wakil Presiden
RI Jusuf Kalla (JK).
JK menilai,unjuk rasa yang disertai
pelemparan batu, anak panah,dan pembakaran,hanya dilakukan mahasiswa
yang mentalnya sudah rusak. JK juga prihatin dengan bentrokan
antarmahasiswa yang berujung pada pembakaran fasilitas kampus, bahkan
jatuhnya korban jiwa.
“Tidak ada negara yang mahasiswanya
merusak kampusnya. Itu hanya terjadi di Makassar. Siapa yang mengajari
menjadi primitif seperti itu? Kalau mahasiswa merusak fasilitas
kampusnya, maka akan rusak pula masa depannya,” ujar tokoh perdamaian
ini saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa Unifa di Makassar
kemarin. Bentrokan mahasiswa yang berujung pada jatuhnya korban jiwa
terakhir terjadi di Universitas Negeri Makassar (UNM) pada 11 Oktober
2012.
Dalam kejadian ini, dua mahasiswa tewas terkena tusukan
senjata tajam.Keduanya yakni,Resky Munandar dan Herianto.Yang
memprihatinkan,kedua mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Automotif
angkatan 2008 itu tewas saat diserang di rumah sakit setelah menjenguk
rekan mereka yang terluka. Selain korban meninggal, tawuran juga
mengakibatkan 13 mahasiswa dari Fakultas Teknik dan Fakultas Seni dan
Desain (FSD) terluka. Sebelumnya, pada 20 September 2012, seorang
mahasiswa Fakultas Teknik Elektro Universitas Muslim Indonesia (UMI)
Makassar angkatan 2008, Ibrahim Rauf, juga tewas saat terjadi tawuran di
kampusnya.
Saat bentrokan terjadi, tak jarang fasilitas kampus
seperti laboratorium dan ruang belajar tak luput dari sasaran amukan,
baik dengan cara dirusak maupun dibakar. Kasus kerusakan yang terjadi
akibat unjuk rasa anarkistis juga sudah tak terhitung.Selain kerap
menyandera dan merusak kendaraan, terutama kendaraan dinas, mahasiswa
juga sering menutup jalan sehingga menimbulkan kemacetan yang berakibat
pada kerugian ekonomi.
JK mengatakan, citra Kota Makassar di
tempat lain terlanjur dilekatkan dengan unjuk rasa yang rusuh.Ketua Umum
Palang Merah Indonesia (PMI) ini menyebutkan,jika ada berita kekacauan
dan kerusuhan di media TV, sebagian besar terjadi di Makassar. Dengan
menggunakan filosofi Bugis-Makassar, JK mengajak mahasiswa untuk
menyampaikan aspirasi dengan cara-cara yang elegan dan bermartabat. Dia
meminta mahasiswa tidak menganut prinsip pa’bambangang na tolo yang
dalam bahasa Makassar kurang lebih berarti emosi yang dilampiaskan
dengan cara yang tidak rasional.
Sebagai kaum intelektual, kata
dia, seharusnya mahasiswa menganut prinsip pa’bambangang na macca yang
berarti emosi yang disalurkan secara rasional dan intelektual.“Kampus
harus membuat mahasiswa pintar,bukan sebaliknya,”ujar pria kelahiran
Watampone, Bone,ini. Dia menyayangkan aksi kekerasan mahasiswa karena
berakibat pada kerugian masyarakat. Olehnya itu,Kalla berharap cara-cara
seperti ini harus bisa segera ditinggalkan. JK kemudian memberikan
contoh saat dirinya menjadi aktivis mahasiswa.
Saat itu, kata
dia, mahasiswa juga kerap dibakar emosi,namun mahasiswa melampiaskannya
dengan mengkritik penguasa. “Mental harus diperbaiki. Belajar memimpin
itu bisa dimulai dari dalam kampus. Kami dulu sebagai aktivis, kritis,
tapi tak pernah merusak,” pungkasnya. Terpisah,Ketua Dewan Pendidikan
Sulsel Prof Halide berpandangan, apa yang dilontarkan JK itu sangat
sesuai dengan fakta. Dia juga menilai apa yang dilakukan sebagian
mahasiswa saat berunjuk rasa sudah keluar dari jalurnya.
Halide
mengatakan, sebagai kaum intelektual, setiap terjadi masalah, langkah
yang terlebih dulu dilakukan adalah mengidentifikasi apa penyebabnya,
kemudian mencari solusi untuk menyelesaikannya. “Intelektual itu memakai
otak, bukan otot.Yang banyak terjadi di Makassar,aksi mahasiswa itu
sporadis dan tidak jelas.Ini cenderung merugikan masyarakat, yang
katanya dibela oleh kaum intelektual itu sendiri,”ujar dia.
Pernyataan
JK terkait mental mahasiswa ini mendapat tanggapan kalangan kampus.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Universitas Hasanuddin
(Unhas) Dr Iqbal Sultan menilai,dibandingkan dengan mahasiswa daerah
lain, mahasiswa Sulsel khususnya Makassar memiliki tingkat sensitivitas
yang lebih tinggi.Itulah yang menurut dia menjadi kelebihan mahasiswa
Makassar dibanding daerah lain. “Dari sisi aksi,mahasiswa kita lebih
‘wah’ pada setiap aksinya,” kata Iqbal, saat dimintai tanggapannya
mengenai aksi mahasiswa Makassar terkait dengan pernyataan JK,kemarin.
Menurut
Iqbal,di setiap daerah mahasiswa memiliki karakter tersendiri. Karakter
peka dan sensitif mahasiswa Makassar kadang berimbas pada gerakan yang
dilakukan.Kadang mahasiswa sudah bergerak turun ke jalan,padahal itu
belum seharusnya dilakukan. “Kadang-kadang adik-adik mahasiswa dalam
aplikasi kepekaan dan sensitivitasnya itu overactive dalam gerakannya,”
papar dosen Ilmu Komunikasi ini. Sehingga, lanjut dia, sikap overactive
inilah yang kemudian merugikan mahasiswa sendiri.Pencitraan mahasiswa di
mata publik jadi rusak.“Nah, akibat alasan-alasan itulah mungkin, saya
mengatakan mungkin,sehingga Pak JK melihat itu seperti di luar kontrol,”
kata Iqbal.
Aksi yang di luar kontrol itulah yang kemudian
merusak citra mahasiswa.Apalagi jika aksi itu ter-blow up oleh media
massa. Dia menyarankan, sebaiknya dalam aksinya mahasiswa lebih bijak
dan selektif menanggapi isu,termasuk yang membutuhkan gerakan serentak.“
Kalau mengenai BBM, oke. Saya kira semua mendukung itu.Tapi, kalau
hanya masalah SPP di kampusnya yang kemudian turun ke jalan, menutup
jalan,kantidak bagus juga. Kalau soal SPP,demonya di kampus saja,”kata
Iqbal.
Iqbal mengatakan, selain pemetaan isu gerakan, hal lain
yang bisa dilakukan pengelola perguruan tinggi adalah memaksimalkan
energi mahasiswa ke hal-hal akademik. Berlebihnya energi mahasiswa
seharusnya diarahkan untuk kegiatan akademik. “Dosen harus memberikan
banyak tugas-tugas akademik sehingga dengan sendirinya mahasiswa akan
terarah yang disibukkan dengan kegiatan akademik. Itu yang lebih utama,”
kata dia.
Kepala Humas Universitas Muslim Indonesia (UMI)
Nurjannah Abna mengatakan, untuk mengantisipasi mahasiswa yang melakukan
tindakan anarkistis, baik di dalam kampus maupun di luar
kampus,pihaknya memberikan tanggung jawab sepenuhnya kepada setiap
fakultas yang langsung dikoordinasikan dengan wakil dekan III. Khusus
untuk pemberian sanksi kepada oknum mahasiswa yang bertindak anarkisme,
pihak rektor melalui setiap dekan fakultas akan memberikan sanksi tegas.
Untuk memberikan sanksi, lanjut Nurjannah, harus melalui
beberapa tahapan dan telaah. Kalau pun nantinya dari hasil telaah oknum
mahasiswa dinilai melanggar kode etik, maka oknum mahasiswa tersebut
dengan terpaksa harus dipulangkan ke orang tuanya alias dipecat.
Wednesday, December 19, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment