Saturday, August 28, 2010

Kisah Pohon Mangga


Pada suatu haari, Imam Syibli sedang berada di sebuah kebun yang subur. Tiba-tiba kedengaran suara memanggil-manggil, “Syibli… Syibli…”
Imam Syibli berhenti dari pekerjaannya sambil mencari-cari, siapakah yang memenggil-manggil namanya. Ternyata suara itu dating dari sebatang pohon mangga.
“apa maumu memanggil-manggil aku?” Tanya Imam Syibli
Makhluk gaib yang menyatu dengan pohon mangga itu menjawab, “ jadilah orang yang memiliki sifat mulia seperti aku.”
“maksudmu?” Tanya Imam Syibli kurang senang.
“Aku jika dilempari orang dengan batu, maka aku akan melempari orang itu dengan buahku yang lezat-lezat.” Kata pohon mangga tersebut.
Imam Syibli menjawab, “ oh…, memang baik hatimu. Tapi mengapa nasibmu tidak baik penghabisannya?”
Kini si pohon mangga menjadi heran atas tanggapan dari Imam Syibli tersebut. Ia pun bertanya, “maksudmu?”
Imam Syibli menerangkan, “kalau engkau sudah tidak ada gunanya lagi, sudah tua, maka batangmu akan ditebang, daun-daunmu akan digunduli, dan dirimu akan dimangsa api sebagai kayu baker.”
Pohon angga itu dengan sedih berkata, “itulah kesalahanku. Aku tidak seperti pohon cemara, yang bisa condong ke barat bila angina bertiup ke barat, dan akan condong ke timur jika angina bertiup ke timur.”
“jadi, mana yang lebih baik, nasibmu atau nasib pohon cemara?” Tanya imam Syibli.
Pohon mangga menjawab “inilah kebanggaan saya. Memang pohon cemara dapat selamat dengan cara begitu, tetapi kalau sudah tua pohon cemara hanya akan roboh begitu saja, dan tidak akan ada yang mengambilnya menjadi kayu baker, apalagi buat arang. Sedangkan aku, meskipun nasibku dibakar orang, namun aku hancur dengan terhormat. Sebab manusia tidak akan sembarangan membakar tubuhku bila tidak untuk memasak atau keperluan lainnya, separti membuat arang, misalnya. Jadi aku masih ada gunanya sampai akhir hidupku. Abu bekas pembakaran diriku pun masih dicari orang untuk menggosok perabotan mereka, karena abuku terkenal mahal, dan dapat membuat barang-barang logam menjadi bersih dan mengkilap. Jadi nasibku lebih baik dari pohon cemara.”
Imam Syibli mengangguk-angguk kepala tanda menyetujui pendapat pohon mangga , lebih baik mati terhormat daripada menjual harga diri dengan bersikap munafik, bersedia mengikuti arus, ke mana pun angin bertiup.

No comments:

Post a Comment